Jumat, 08 Januari 2016

Manfaat blog dalam dunia pendidikan



MANFAAT BLOG DALAM BIDANG PENDIDIKAN


          Blog dalam perkembangannya memiliki peran penting dalam meramaikan konten-konten yang dapat diakses pengguna online atau dunia maya. Berbagai konten dapat dishare didunia maya, sehingga siapa saja dapat terhubung dengan internet dan mengakses konten-konten yang ada didalamnya.
Berikut beberapa manfaat blog yang mungkin belum anda ketahui :
1.     Dapat menghasilkan uang, penghasilan tersebut dapat anda jadikan sebagai penghasilan tambahan, asalkan anda benar-benar serius mendalaminya.
2.     Sarana untuk berkreasi. Misalnya anda suka mengedit foto atupun menulis, anda bisa share dan menunjukkan kepada dunia hasil karya anda.
3.     Blog dapat anda jadikan sebagai media curhat. Tentu akan sangat baik jika anda memberikan pemikiran-pemikiran terhadap permasalahan yang banyak dihadapi oleh banyak orang.
4.     Menjadi media untuk mempopulerkan sesuatu.
5.     Mencari teman dalam blog, saling bertukar pikiran, dan juga menambah wawasan anda.

Demikian beberapa manfaat umum yang dapat anda jadikan refrensi dalam pemanfaatan blog yang anda punya.
Adapun beberapa manfaat blog bagi dunia pendidikan :
1.     Mempublikasikan berbagai macam tulisan baik dalam bentuk artikel pendidikan maupun pengetahuan lainnya. Sehingga orang lain yang membutuhkan dapat merasakan manfaatnya.
2.     Sarana untuk mempromosikan lembaga pendidikan. Dengan kata lain blog bisa anda manfaatkan sebagai sarana promosi yang murah.
3.     Blog sebagai media menyampaikan sesuatu ataupun pelajarn dari seorang guru maupun dosen kepada murid ataupun mahasiswanya. Karena blog bersifat online dan dapat diakses oleh siapa saja, maka dari itu penyampaian materi lebih merata.
4.     Mempermudah guru atau dosen untuk melaksanakan pembelajaran yang bersifat online dan tidak harus bertatap muka.
5.     Menuliskan suatu kegiatan ataupun proses pembelajaran yang menyenangkan dan dapat dijadikan contoh oleh guru-guru lain.
6.     Menjadikan komentar-komentar dalam blog sebagai cermin atas karya tulis yang telah kita buat.
Demikian beberapa blog yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kalian semua yang telah membacanya. 

Selasa, 15 September 2015

memahami hadits tekstual dan kontekstual



I.            PENDAHULUAN
Dalam hubungannya sebagai sumber pokok ajaran islam, hadist lebih umumnya lebih merupakan penafsiran konstektual dan situasional atas ayat ayat Al-Qur’an dalam merespon pertanyaan para sahabat Nabi. Dengan demikian hadist merupakan interprentasi Nabi SAW yang dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi para sahabat dalam mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Karena kondisi sahabat dan latar belakang kehidupannya berbada, maka petunjuk yang diberikan Nabi berbeda pula. Pada sisi lain, para sahabatpun membeberkan interpretasi yang berbeda terhadap hadist.
Al-Qur’an dan hadist karena kondisi sahabat dan latar belakangnya berbeda, maka petunjuk yang dilakukan Nabi itu juga berbeda pula. Pada sisi lain para sahabat juga memberikan interpretasi yang berbeda terhadap hadist Nabi, dari sini maka hadist pada umumnya bisa bersifat temporal dan konstektual. Nah untuk karena itu kita akan membahas tentang pengertian hadist konstektual dan tekstual.



II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Hadist Konstektual dan Tekstual?
B.     Alasan Hadist dikatakan Tekstual dan Konstektual.
C.     Contoh Dari Hadist Konstektual dan Tekstual.






III.            PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadist Konstektual dan Tekstual
Pemahaman dan penerapan hadist secara tekstual dilakukan bila hadist yang bersangkutan setelah digabungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengannya, missal latar belakang terjadinya tetapi menurut pemahaman adalah sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks hadist yang bersangkutan. Dalam pada itu, pemahaman dan penerapan hadist secara konstektual dilakukan bila “di balik” teks suatu hadist ada petunjuk yang kuat yang mengharuskan hadist yang bersangkutan dipahami dan tidak diterapkan sebagai mana maknannya yang tekstual (tersurat)[1]
Adapula hadits Nabi yang pemahamannya hanya bisa dipahami secara kontekstual. Sedangkan kalau dipahami secara tekstual dirasa kurang tepat dalam pemaknaanya. Untuk memahami hadits dengan tekstual maupun kontekstual kita bisa melihat dari sisi matan hadits, yang mana ungkapan matan hadits mempunyai beberapa corak atau model, yaitu :
a.       Jawami’ al kalim (ungkapan singkat namun padat maknanya)

Contoh: الح ربحد عه “ Perang itu siasat”. (HR. Bukhori Muslim, dari Jabir bin Abdullah). Pemahaman terhadap hadits tersebut sejalan dengan teksnya, yakni bahwa setiap perang pastilah memakai siasat.
b.      Bahasa tamsil (perumpamaan)

Contoh: كل مسكر خمر وكل مسكر حرام
Artinya: “Setiap minuman yang memabukkan adalah khomr dan setiap (minuman) yang memabukkan adalah haram.” (HR. Bukhori Muslim dari Ibnu ‘Umar dengan lafal dari riwayat muslim). Hadits tersebut secara tekstual memberi petunjuk bahwa keharaman khomr tidak oleh waktu dan tempat. Dalam hubungannya kebijaksanaan dakwah, dispensasi kepada orang-orang tertentu diperbolehkan.
c.       Ungkapan simbolik

المؤمن ئكل في معى واحد والكفر ئكل ف سبعه امعء

Artinya: “Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedang orang kafir makan dengan tujuh usus.” (HR. Al-Bukhori, al-Turmudzi dan Ahmad, dari Ibnu ‘Umar).

Secara tekstual hadits tersebut menjelaskan bahwa usus orang beriman berbeda dengan orang kafir. Padahal dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian, pernyataan hadits tersebut merupakan ungkapan simbolik. Itu harus dipahami secara kontekstual yaitu menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam mengahdapi nikmat Allah. Orang mukmin memandang makn bukan tujuan hidup sedangkan orang kafir memandang makan adalah sebagian dari tujuan hidup.

Bahasa percakapan (dialog)
Seperti empat macam matan hadits yang menjelaskan amal-amal yang lebih utama atau lebih baik itu ternyata banyak.


d.      Ungkapan analogi

Seperti sebuah hadits yang menjelaskan bahwa menyalurkan hasrat seksual (kepada wanita yang halal) adalah sedekah. Atas pernyataan Nabi itu, para sahabat bertanya “apakah menaylurkan hasrat seksual kami (kepada isteri-isteri kami) mendapat pahala?” Nabi menjawab: Bagaimanakah pendapatmu sekiranya hasrat seksual (seseorang) disalurkannya di jalan haram, apakah (dia) menanggung dosa?Maka demikianla, bila hasrat seksual disalurkan ke jalan yang halal, dia mendapat pahala. (HR. Muslim dari Abu Dz.[2]


B.     Alasan Mengapa Teks Hadist Dipahami Secara Tekstual Dan Konstektual.
Dasar-dasar Tekstual dan Konstektual, ada beberapa alasan mengapa konstektual menjadi keniscayaan. Menurut M. Sa’ad alasan-alasan tersebut adalah :
1.      Masyarakat yang dihadapi Nabi Muhammad SAW, bukan sama sekali kosong dari pranata-pranata cultural yang tidak dinafikan semuanya oleh kehadiran nas-nas yang menyebabkan sebagian bersifat tipikal, misalnya pranata dzihar.
انت علي كظهر امي(bagiku engkau bak punggung ibuku) ungkapan tersebut hanya berlaku pada konstek budaya Arab, jika ditransfer dalam budaya keIndonesiaan maka jelas maknanya berbeda.
2.      Dalam keputusan Nabi sendiri telah memberikan gambaran hukum yang berbeda dengan alasan “situasi dan kondisi”, misalnya tentang ziarah kubur yang awalnya di larang lantaran nantinya menjerumus kekufuran dan setelah dipandang masyarakat akhirnya mengerti dan diperbolehkan.
3.      Peran sahabat sebagai pewaris Nabi yang paling dekat sekaligus memahami dan menghayati hadist Nabi yang diembani dan dirisalah yang diembannya telah mencontohkan kontekstualisasi nash (teks), misalnya Umar Bin Khottod pernah mencontohkan hukum talak tiga yang sekali ucap asalnya talak satu langsung talak tiga.
4.      Implementasi terhadap nash (teks) secara tekstual sering tidak terjadi kemaslahatan yang justru terjadi reasen dalam islam itu sendiri.
5.      Pemahaman tekstual secara membabi buta berarti mengingkari adanya hukum perubahan dan keanekaragaman yang justru di introduksi oleh nash itu sendiri.
6.      Pemahaman secara konstektual yang merupakan jalan menemukan moral ideal nash berfungsi untuk mengatasi keterbatasan teks berhadapan dengan kontinuitas perubahan ketika dilakukan perumusan legak spesifik yang baru.
7.      Penghargaan terhadap aktualisasi intelektual manusia lebih dimungkinkan pada upaya pemahaman teks-teks Islam secara konstektual islam itu adalah agama rasional dan intelektual.
8.      Konstektualisasi pemahaman teks-teks Islam mengandung makna bahwa masyarakat dimana dan kapan saja selalu dipandang positif, optimis yang dibuktikan dengan sikap khasnya yang akomodatif terhadap pranata social yang ada yang terumuskan dalam kaidah Al-aadatu Muhkamatun (tradisi itu dipandang legal).
9.      Keyakinan bahwa teks teks Islam adalah petunjuk yang terakhir dari langit yang berlaku sepanjang masa, mengandung makna bahwa  didalam teks mengandungdinamika internal yang sangat kaya.
Batasan konstektual meliputi dua hal :
1.      Dalam ibadah mahdhoh (murni).
Jika ada penambahan atau pengurangan untuk penyesuaian terhadap situasi dan kondisi, maka hal tersebut adalah bid’ah.
2.      Bidang diluar ibadah murni
Konstektualisasi dilakukan dengan tetap berpegang pada moral ideal nash, untuk selanjutnya dirumuskan legal spesifik lamanya.
Batasan Tekstual menurut Suryadi meliputi :
1.      Ide moral/ide dasar/tujuan dibalik teks (tersirat). Ide ini ditentukan dari makna yang tersirat dari balik teks dan sifatnya Universal, lintas ruang waktu dan intersubjektif.
2.      Bersifat absolute, prinsip, universal, fundamental.
3.      Mempunyai visi keadilan, kesetaraan, demokrasi, mu’asyaroh bin ma’ruf
4.      Terkait masalah relasi antara manusia dan Tuhan yang bersifat Universal, artinya segala sesuatu yang dapat dilakukan siapapun, kapanpun, dan dimanapun tanpa terpengaruh letak geografis, historis dan budaya tertentu.
Adapun batasan-batasan konstektual meliputi:
1.      Menyangkut bentuk atau saran yang tertuang.
2.      Aturan yang menyangkut manusia sebagai makhluk individu dan biologis.
3.      Aturan manusia yang menyangkut sebagai makhluk sosial.
4.      Terkait masalah sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[3]


C.     Contoh-Contoh Hadist Tekstual dan Konstektual
1.      Contoh hadits yang dipahami secara tekstual dan kontekstual
اعتسلوامنه وتوضؤوافانه هوالطهورماه
“mandilah dan berwudhulah kalian dengan air laut tersebut, sebab air laut itu suci dan bangkainyapun juga halal” diriwayatkan oleh Imam Ahmad Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah, dia berkata : “pada suatu hari kami pernah pergi bersama NAbi SAW, tiba tiba datanglah seorang nelayan, seraya bertanya, ya Rasulluah sesungguhnya kami ini bisa pergi kelaut untuk mencari ikan. Pada waktu kami berlayar sampai ditengah laut kami kadang bermimpi keluar air mani (Junub). Dengan demikian kami perlu air untuk mandi dan berwudhu bagaimana jika kami mandi dan berwudhu menggunakan air laut? Sebab jika kami mandi dan berwudhu menggunakan air tawar yang kami bawa untuk minum tentu kami akan mati kehausan. Nabi kemudian bersabda sebagai mana dikutip diatas.
Jadi setelah dihubungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengan asbabul wurudnya tadi, hadist tersebut ternyata tetap menuntut pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis atau tekstual.
عن ابي بكره قل لقد نفعني الله بكلمه سمعتها من رسول الله ص ما ايام الجمل ماكدت ان الحق باصحاب الجمل فاقاتل معهم قل لما بلغ رسول االله ص م ان بعد اهل فارس قد ملكوا عليهم بنت كسري قل عليه الصلاه والسلم لن يفلح قوم ولو اامر هم امراه(روه بحري)
“Diriwayatkan dari Abu Bakar, (ia berkata) : “sungguh, Allah telah member manfaat kepadaku lantaran kalimat yang aku dengar dari Rasulluah SAW pada perang jamal, ketika aku hamper terjebak ikut perang jamal.” Selanjutnya ia berkata, “ketika berita bahwa Persia telah mengangkat puteri Irsa sebagai ratu, hal itu sampai pada Rasul kemudian beliau bersabda : “tidak akan sejahtera sebuah bangsa yang menyerahkan segala urusannya kepada seorang wanita”. (HR Al-Bukhari).[4]
Dipahami secara tekstual hadist ini melarang perempuan menjadi pemimpin. Hamper seluruh fuquha yang melarang keterlibatan seorang perempuan menjadi pemimpin mengacu pada hadist ini sebagai dalil. Dibelakang itu, mereka memberikan argumentpenguat bahwa perempuan adalah makhluk yang kurang akalnya, tidak kuat fisiknya, dan labil mentalnya. Karena itu, ditutup peluang bagi kaum wanita untuk menempati jabatan kepemimpinan dalam segala bidang yang mengurusi orang banyak.
Kemudian ketika dipahami secara konstektual. Imam Abu hanifah membolehkan wanita menjabat seorang hakim, itupun dalam perkara hukum perdata, bukan pidana. Imam jarir ath-thabari lebih lunak lagi dengan memperbolehkannya wanita menjadi pemimpin disegala bidang, kemudian Al-mawardi langsung menilai sebagai hal tersebut menetang ijma (kesepakatan para ulama).[5]
المؤمن ياكل في معي واحد والكافر ياكل في سبعة امعاء
“orang yang beriman itu makan dengan satu usus(perut), sedang orang kafir makan dengan 7 usus” (HR Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, dan Ahmad, dari ibnu Umar).  Secara tekstual hadist tersebut menjelaskan bahwa usus orang beriman berbeda dengan orang kafir. Padahal dalam kenyataan yang lazim perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian, pernyataan hadist itu merupakan ungkapan simbolik.
Dipahami secara konstektual hadist ini menunjukan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah. Orang mukmin makan bukan tujuan hidup sedangkan orang kafir memandang makan adalah sebagian dari tujuan hidup.
اطلبوا   العلم  ولو  بالصين
“Carilah Ilmu sampai ke Negeri China”
Hadist yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik yang matannya sangat manjur, hadist tersebut diriwayatkan dengan sanad doif (lemah) oleh Al-baihaqi, Abu ya’ala al-khalif al-baihaqi ibn adi al-dailani dan ibn adibar. Hadist ini dipahami oelh waabi bahwa negeri Cina adalah negeri Cina itu sendiri. Ika dipahami secara konstektual maksud hadist diatas tersebut carilah ilmu sampai negeri Cina berarti mencari ilmu sejauh-jauhnya.[6]
















IV.            KESIMPULAN
A.    Pengertian hadist Yang Dipahami Secara Tekstual dan Konstektual
Tekstual adalah hadist yang pengkajiannya hanya berdasarkan teks saja tanpa memperhatikan absabul hurud, keadaan sekarang dan lain lain.Konstektual yaitu hadist yang pengkajiannya didasarkan oleh pertimbangan hal-hal lain, seperti mempertimbangan absabul hurudnya dan pengaplikasian terhadap perkembangan zaman.
B.     Alasan hadist dipahami secara tekstual dan konstektual.
1.      Ada Hadist yang menggunakan bahasa secara jelas. Tidak menggunakan kata kiasan ataupun kalimat yang mengandung makna ambigu. Dan ketika dikaitkan dengan latar belakang atau sebab-sebab munculnya hadist tersebut tetap dipahami secara tekstual. Sehingga hadist yang seperti ini harus dipahami secara tekstual.
2.      Ada hadist yang menggunakan bahasa kiasan atau menggunakan kalimat yang menggunakan makna ambigu. Dan ketika dikaitkan dengan asbab al-wurudnya hadist tersebut mengharuskan tidak hanya dipahami secara tekstual tapi juga konstektual.
3.      Kemudian karena kondisi yang berbeda pada saat munculnya hadist dengan sekarang atau problemnya sudah berbeda.
C.     Contoh hadist dipahami secara tekstual dan konstektual
المؤمن ياكل في معي واحد والكافر ياكل في سبعة امعاء
“orang yang beriman itu makan dengan satu usus(perut), sedang orang kafir makan dengan 7 usus” (HR Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, dan Ahmad, dari ibnu Umar). 






           
V.            PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat kami tulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang aan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umunya.


























DAFTAR PUSTAKA

Syuhudi Ismail, Hadist Nabi yang Tekstual dan Konstektual, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1994)
Dr Kh A.Malik Madani, Politik Berpayung Fiqih, (Yogyakarta : PT Pustaka Pesantren, 2010)
Dr Abu Yasid, Fikih Politik, (Jakarta : Erlangga, 2010)
Hidayati Nur Muhammad, Meluruskan Vonis Wahabi, (Semarang : Nasyul Publising ‘ilmi,T.Th)






















[1] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi yang Tekstual dan Konstektual, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1994), hlm
[2] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi yang Tekstual dan Konstektual, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1994), hlm 9-30
[3] Syuhudi Ismail, Hadist Nabi yang Tekstual dan Konstektual, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 1994), hlm
[4] Dr Kh A.Malik Madani, Politik Berpayung Fiqih, (Yogyakarta : PT Pustaka Pesantren, 2010), hlm 16.
[5] Dr Abu Yasid, Fikih Politik, (Jakarta : Erlangga, 2010), hlm 87.
[6] Hidayati Nur Muhammad, Meluruskan Vonis Wahabi, (Semarang : Nasyul Publising ‘ilmi,T.Th) hlm47.